0 The Journey with My Mother

Seorang ibu muda bersama seorang anaknya berusia 4 tahun menyusuri jalan setapak di sebuah padang rumput yang luas dan indah. Si Ibu sangat senang karena anaknya begitu riang dan menikmati pemandangan yang indah dan baru baginya. Sambil beristrahat sejenak dalam hati sang Ibu bertanya, “Apakah jalan ini sudah benar? Akankah ini merupakan perjalanan yang panjang?”.

Sayup-sayup ia mendengar sebuah bisikan, “Ya, ini jalan yang benar untuk kau tempuh bersama anakmu. Dan jalan ini akan sangat panjang. Jalan ini dipenuhi oleh batu-batu cadas yang keras, penuh lubang dan berliku. Ini bukanlah jalan yang mulus dan cepat. Kau akan merasa lelah, bosan dan ingin berhenti. Dan kau akan semakin tua sebelum mencapai ujung dari jalan ini. Tetapi, di ujung jalan ini akan kau temukan pemandangan dan tempat yang lebih indah dan lebih baik dari pada di sini.”

Keraguan ketika Menemukan Tantangan

cerita ibu dan anaknya
Ibu dan Anak
Sejenak, si Ibu ragu untuk meneruskan perjalanannya. Ingin untuk berhenti. Tetapi si Ibu telah menjanjikan perjalanan yang indah dan menyenangkan kepada anaknya. Tiba-tiba si ibu tersadar dari lamunannya saat anaknya telah berdiri dan berkata,”Ayo, bu kita jalan lagi!” semangatnya kembali berkobar melihat tatapan anaknya yang penuh dengan kebahagiaan. Sambil berjalan, si ibu bermain-main dengan anaknya, mengumpulkan bunga-bunga untuknya sepanjang perjalanan yang mereka lalui, memandikannya di sungai yang jernih di bawah sinar matahari yang cerah dan udara yang sejuk. “Indah sekali ya bu!”, kata si anak pada ibunya ketika mereka berdiri di tepi sungai sambil mencium bunga yang dipegangnya. Sungguh wajah yang begitu bahagia, senyum yang berbinar-binar, tulus dan polos. Melihat sosok anaknya, si  ibu berteriak, “Tidak ada yang bisa lebih indah dari hari ini.”

Lalu malampun tiba, matahari telah lenyap entah kemana, jalanpun menjadi gelap, dan anaknya mulai menggigil kedinginan dan ketakutan. Sang ibu merangkul anaknya dan menyelimutinya dengan selendangnya. Mereka diam. Tak terdengar suara. Dan tiba-tiba, “Ibu, saya tidak takut, karena ibu ada di sini melindungi saya”, sahut si anak. Si ibu menatap anaknya, tersenyum dan mempererat pelukannya.

Saat pagi hari telah memancarkan udara segar, mereka melihat bahwa jalan yang mereka lalui mengarah ke sebuah gunung yang cukup tinggi. Mereka berjalan terus. Si anak mulai merasa bosan, dan mulai kelelahan. Walaupun lelah, sepanjang jalan pendakian, si ibu tetap memberi semangat pada anaknya, “Bersabarlah nak, sebentar lagi kita akan sampai". Mereka terus mendaki, dan ketika sampai di puncak gunung, sang anak berkata, “Ibu, aku tidak dapat melakukan dan mencapai puncak ini tanpa ibu.”

Ketika malam tiba, sang Ibu berbaring, melihat bintang-bintang dan berkata, “Ini hari yang lebih baik dari kemarin, dimana anak saya telah belajar ketabahan dalam menghadapi kerasnya perjalanan ini.” “Kemarin, saya memberinya keberanian. Hari ini saya memberinya kekuatan.”

Semakin hari perjalanan mereka semakin jauh. Dan sepanjang jalan awan yang mengikuti perjalanan mereka semakin aneh, semakin gelap, sehingga membatasi jarak pandang. Awan yang dipenuhi oleh aroma kebencian dan kejahatan. Si anak pun meraba-raba untuk melangkahkan kakinya, seringkali kakinya tersandung. Terkadang si Ibu harus menggendong anaknya. Si anak sudah capek dengan perjalanan ini. Dia menyerah. Lalu si ibu berkata pada anaknya, “Lihatlah ke atas, lihatlah pada cahaya di atas sana.”

Si anak mendongakkan kepala dan melihat bahwa jauh di atas awan ada sebuah cahaya yang terang, cahaya kemuliaan yang akan memandu mereka melalui perjalanan dalam kegelapan. Malam harinya, si ibu berkata, “Ini adalah hari terbaik daripada hari-hari sebelumnya, dimana saya telah menunjukkan Kuasa Sang Pencipta kepada anak saya.”

Hari berganti hari, minggupun berganti, bulan berganti bulan, dan tahun yang baru menggantikan tahun yang lama. Jalan yang mulus, berkelok, berbatu, berlobang, mendaki telah mereka lalui. Tebing yang curam, padang rumput yang dipenuhi bunga-bunga yang mekar telah mereka jalani. Kadang menangis, kadang tersenyum, kadang tertawa.

Si Ibu semakin tua, makin kurus dan membungkuk. Tetapi semangatnya untuk menyelesaikan perjalanan mereka tak pernah luntur. Apalagi ketika melihat anaknya telah bertumbuh dewasa dan kuat, melangkah dengan keberanian dan ketegasan. Dan ketika jalan yang dilalui semakin berat, berbatu, atau mendaki, si anak menggendong ibunya. Dalam hati si anak berkata,”Inilah saatnya bagi saya untuk membalas sebagian cinta Ibu.”
Akhir dari Perjalanan
Akhirnya mereka sampai di sebuah bukit dan di depan mereka terbentang pemandangan yang begitu indah. Sebuah taman yang ditumbuhi oleh rumput dan bunga-bunga yang berwarna-warni. Taman Kebebasan. Di tengah taman ada sebuah jalan yang bersinar dengan gerbang berkilau dengan warna keemasan. Gerbang Keabadian.

Melihat itu si ibu berkata, “Saya telah mencapai akhir dari perjalananku. Dan sekarang saya tahu, akhir dari perjalanan ini ternyata jauh lebih indah. Saya berharap kau dapat menemukan jalanmu sendiri dan melaluinya. Begitu juga dengan anak-anakmu kelak. Dari bukit yang indah inilah, kau memulai perjalananmu. Aku tidak bisa menemanimu lagi. Tempat saya telah ada di balik gerbang itu. Saya akan beristirahat di sana!”

Karena ibunya telah sangat lelah dan berat untuk berjalan, si anak memapah ibunya berjalan dan mengantarkan menuju gerbang keabadian. Si anak tahu bahwa ia akan melewatkan waktu, mengubah arah dan menunda perjalanannya. Tetapi hanya inilah yang bisa dia lakukan. Dengan sabar ia menemani ibunya menuruni bukit menuju taman kebebasan. Si Ibu sudah sangat lelah, kehabisan tenaga dan tidak sanggup untuk berbicara lagi pada anaknya.


Ketika sampai di depan gerbang keabadian, gerbang dibuka, si ibu masuk dan pergi dalam diam.
HENING!
SUNYI!
MENGHILANG!
Gerbangpun tertutup kembali. Tidak ada lagi pesan dan kata-kata semangat.
GELAP!
GERAM!
TAK PERCAYA!
BINGUNG!
HAMPA!
Itulah yang dirasakan oleh si anak. Semangatnya hilang. Menguap entah kemana. Lama dia merenung. Keindahan taman seakan tiada artinya. Lupa akan perjalanannya sendiri.

Si anak pun tersadar dan ingat akan perjalanannya. Jalan yang telah ditunjukkan ibunya. Dia menyadari harus melanjutkan perjalanannya untuk menemukan tamannya sendiri. Dia menatap gerbang dan berkata, “Ibu, walaupun kau telah melewati gerbang itu, aku tidak akan pernah melupakan perjalanan yang telah kita lalui. Kau akan selalu berjalan bersama saya. Akan menemani saya sepanjang perjalananku. Akan selalu ada di hatiku. Semangat dan cintamu akan selalu kubawa, karena itulah yang menjadi sinar dalam hatiku, penuntun jalanku. Selamat jalan Ibuku! Selamat Beristirahat Dalam Damai! Aku akan melanjutkan Perjalananku!”

NB.Cerita ini sebagai penghormatan untuk Ibuku Tercinta yang meninggal 5 Maret 2012 di RS. Martha Friska Medan.

ARTIKEL TERKAIT :

0 komentar:

Posting Komentar

 

One Life, One Love, One World Copyright © 2012-2015 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates